Mengapa harus berbisnis batubara di Sumatera ?

Batubara  merupakan  bahan  bakar  fosil  yang  paling banyak dan terdistribusi luas di dunia, dimana sumber daya batubara meliputi 82% dari sumber daya energiyang  tidak  dapat  diperbaharui (IEA,2010).  Dengan cadangan global terbukti yang hampir mencapai 1.000
miliar  ton,  pada  tingkat  produksi  saat  ini,  cadangan batubara akan dapat memenuhi permintaan selama 150 tahun sementara minyak dan gas diperkirakan masing-masing hanya tersedia untuk 46 dan 63 tahun (IEA, 2010).
Industri batubara pada umumnya terdiri dari dua segmen, yaitu batubara termal dan batubara kokas. Batubara termal,  yang  dianggap  paling  banyak  tersedia  dan merupakan sumber energi yang paling murah, digunakan secara luas untuk menghasilkan listrik melalui proses
pembakaran. Batubara termal mendominasi campuran sumber energi dunia untuk pembangkit listrik, dengan menyediakan bahan bakar bagi lebih dari 40% listrik dunia (Wood  Mackenzie,  2011).  Sedangkan  batubara kokas, yang mengandung nilai panas/kalori lebih tinggi, terutama digunakan pada proses produksi besi dan baja.
Berdasarkan data dinas pertambangan energi dan mineral kabupaten Lahat tahun 2012, produksi batubara tahun 2011 di kabupaten Lahat sebesar 10.163.278,38 Ton dengan rincian IUP operasi produksi swasta sebesar 6.626.856,03 Ton, PKP2B sebesar 43.659,35 Ton dan PTBA = 3.492.763 Ton. 
Batubara di wilayah kecamatan Merapi Barat, Merapi timur, merapi selatan, Lahat, Pulau Pinang dan Gumay Talang memenuhi spesifikasi batubara untuk bahan baku PLTU dengan teknologi tinggi.  Batubara di wilayah kecamatan Kikim Timur, Pseksu, Kikim Barat dan Kikim Selatan dapat dipergunakan sebagai bahan baku PLTU Mulut Tambang.   Berdasarkan data dari New Release dari PT Adaro Energy Jakarta, 22 Maret 2012 - PT Adaro Energy Tbk (IDX - ADRO) dengan anak perusahaan PT Mustika Indah Permai (“MIP”), yang berlokasi di Kabupaten Lahat, propinsi Sumatera Selatan, penelitian Australasian Joint Ore Reserves Committee (JORC),  Compliant untuk properti salah satu anak perusahaan PT Adaro, mengidentifikasi adanya peningkatan kadar sodium dalam kandungan abu, dimana kadar sodium semakin tinggi pada lapisan yang semakin dalam. Marston meyakini bahwa adanya lapisan tebal dengan kadar sodium dalam abu yang bervariasi, kemungkinan untuk mencampurkan batubara dari berbagai lapisan yang berbeda dan rata-rata kadar sodium dalam abu sebesar 3% secara keseluruhan untuk Cadangan Batubara akan menghasilkan batubara yang dapat dipasarkan.